Template Blogger Terbaik Rekomendasi

Peraturan Mentri pertanian Republik Indonesia Nomor 23 Tentang Pembenihan Hortikultura

 

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

 

NOMOR 23 TAHUN 2021

TENTANG

 PEMBENIHAN HORTIKULTURA

 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :                       bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 113 ayat

(4), Pasal 136 ayat (3), dan Pasal 138 ayat (2)

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang

Penyelenggaraan Bidang Pertanian, perlu menetapkan

Peraturan Menteri Pertanian tentang Pembenihan

Hortikultura;

 

Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

 Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang

Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4916);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021

tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2021 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 6638);

 4. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang

Kementerian Pertanian (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 85);

5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40 Tahun 2020

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Pertanian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2020 Nomor 1647);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG

PEMBENIHAN HORTIKULTURA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan

buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura,

termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air

yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati,

dan/atau bahan estetika.

2. Benih Hortikultura yang selanjutnya disebut Benih

adalah tanaman Hortikultura atau bagian darinya

yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau

mengembangbiakkan tanaman Hortikultura.

3. Perbanyakan Benih Secara Generatif yang selanjutnya

disebut Perbanyakan Generatif adalah perbanyakan

tanaman melalui perkawinan gamet jantan dengan

gamet betina

4. Perbanyakan Benih Secara Vegetatif untuk

selanjutnya disebut sebagai Perbanyakan Vegetatif

adalah perbanyakan tanaman tanpa melalui

perkawinan.

5. Benih Penjenis yang selanjutnya disingkat BS adalah

Benih generasi awal yang berasal dari Benih inti hasil

perakitan varietas untuk perbanyakan yang memenuhi

standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas

BS.

6. Benih Dasar yang selanjutnya disingkat BD adalah

keturunan pertama dari BS yang memenuhi standar

mutu atau persyaratan teknis minimal kelas BD.

7. Benih Pokok yang selanjutnya disingkat BP adalah

keturunan dari BD yang memenuhi standar mutu atau

persyaratan teknis minimal kelas BP.

8. Benih Sebar yang selanjutnya disingkat BR adalah

keturunan dari BP, BD atau BS yang memenuhi

standar mutu atau persyaratan teknis minimal kelas

BR.

9. Benih Bermutu adalah Benih yang varietasnya sudah

terdaftar untuk peredaran dan diperbanyak melalui

sistem sertifikasi Benih, mempunyai mutu genetik,

mutu fisiologis, mutu fisik, serta status kesehatan

yang sesuai dengan standar mutu atau persyaratan

teknis minimal.

10. Benih Sumber adalah tanaman atau bagiannya yang

digunakan untuk perbanyakan Benih Bermutu.

11. Pohon Induk Tunggal yang selanjutnya disingkat PIT

adalah satu pohon tanaman yang varietasnya telah

terdaftar dan berfungsi sebagai sumber penghasil

bahan perbanyakan lebih lanjut dari varietas tersebut.

12. Rumpun Induk Populasi yang selanjutnya disingkat

RIP adalah satu populasi rumpun tanaman terpilih

yang varietasnya telah terdaftar dan berfungsi sebagai

sumber penghasil bahan perbanyakan lebih lanjut dari

varietas tersebut.

13. Produksi Benih adalah serangkaian kegiatan untuk

menghasilkan Benih Bermutu.

14. Produsen Benih adalah perseorangan atau badan

usaha yang melaksanakan usaha di bidang Produksi

Benih.

15. Instansi Pemerintah adalah Instansi Pemerintah yang

menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang

produksi Benih Hortikultura.

16. Pengawas Benih Tanaman yang selanjutnya disingkat

PBT adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup

tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk

melakukan kegiatan pengawasan Benih tanaman yang

diduduki oleh pegawai negeri sipil dengan hak dan

kewajiban secara penuh yang diberikan oleh pejabat

yang berwenang.

17. Penjamin Mutu adalah jabatan yang mempunyai

ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang

untuk melakukan kegiatan pengawasan Benih

tanaman yang berada pada produsen yang

menerapkan sistem manajemen mutu di dalam proses

Produksi Benih.

18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang pertanian.

19. Direktur Jenderal adalah pejabat pimpinan tinggi

madya di lingkungan Kementerian Pertanian yang

melaksanakan tugas dan fungsi di bidang

Hortikultura.

 

 

 

 

BAB II

PRODUKSI BENIH

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 2

Untuk menjamin ketersediaan Benih Bermutu secara

berkesinambungan dilakukan Produksi Benih.

Pasal 3

(1) Produksi Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

dilakukan melalui Perbanyakan Generatif dan Perbanyakan Vegetatif.

(2) Perbanyakan Generatif sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) terdiri atas bersari bebas dan hibrida.

(3) Perbanyakan Vegetatif sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dengan cara konvensional dan/atau

kultur in vitro.

Bagian Kedua

Perbanyakan Generatif dan Vegetatif

Pasal 4

(1) Hasil Perbanyakan Generatif bersari bebas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)

diklasifikasikan menjadi:

a. BS;

b. BD;

c. BP; dan

d. BR.

(2) Hasil Perbanyakan Generatif Benih hibrida

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)

diklasifikasikan sebagai BR.

 

Pasal 5

(1) Perbanyakan Vegetatif dengan cara konvensional

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) antara

lain:

a. entres;

b. tunas pucuk;

c. setek akar;

d. setek batang;

e. okulasi;

f. sambung pucuk;

g. susuan;

h. hasil cangkok;

i. pembelahan bonggol/batang;

j. anakan atau mahkota buah;

k. umbi;

l. biji apomiksis;

m. stolon;

n. sulur;

o. setek daun; dan

p. rimpang.

(2) Perbanyakan Vegetatif dengan cara konvensional

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal

dari:

a. pohon atau tanaman tahunan;

b. tanaman perdu dan terna; atau

c. tanaman semusim.

Pasal 6

(1) Hasil Perbanyakan Vegetatif dari pohon atau tanaman

tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat

(2) huruf a berupa:

a. PIT atau duplikatnya, diklasifikasikan sebagai BS;

 

b. pohon induk yang berasal dari perbanyakan PIT

atau duplikatnya, diklasifikasikan sebagai BD;

c. pohon induk yang berasal dari perbanyakan BD

atau kelas diatasnya, diklasifikasikan sebagai BP;

dan

d. Benih hasil perbanyakan dari BP atau kelas

Benih diatasnya, diklasifikasikan sebagai BR.

(2) Hasil Perbanyakan Vegetatif dari tanaman perdu dan

terna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)

huruf b berupa:

a. rumpun induk di blok fondasi rumpun induk,

diklasifikasikan sebagai BD;

b. rumpun induk di blok penggandaan rumpun

induk, diklasifikasikan sebagai BP; dan

c. tanaman di blok perbanyakan Benih,

diklasifikasikan sebagai BR.

(3) Hasil Perbanyakan Vegetatif dari tanaman semusim

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c

berupa:

a. G0 merupakan hasil perbanyakan dari kelas BS,

diklasifikasikan sebagai BD;

b. G1 merupakan hasil perbanyakan dari G0,

diklasifikasikan sebagai BP; dan

c. G2 merupakan hasil perbanyakan dari G1,

diklasifikasikan sebagai BR.

Pasal 7

(1) Klasifikasi hasil Perbanyakan Vegetatif dengan cara

konvensional dari tanaman semusim sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (3), dikecualikan untuk

komoditas kentang.

(2) Klasifikasi hasil Perbanyakan Vegetatif untuk

komoditas kentang sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) terdiri atas:

a. BS sebagai Benih generasi awal yang diproduksi

dari Benih inti berupa planlet, setek dari planlet,

dan umbi mikro;

b. G0 sebagai hasil perbanyakan dari kelas BS,

diklasifikasikan sebagai BD;

c. G1 sebagai hasil perbanyakan dari G0 atau BS,

diklasifikasikan sebagai BP;

d. G2 sebagai hasil perbanyakan dari G1, G0, atau

BS, diklasifikasikan sebagai BR; dan

e. G3 sebagai hasil perbanyakan dari G2,

diklasifikasikan sebagai BR1.

(3) Benih inti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf

a harus:

a. terjamin kebenaran varietasnya, berdasarkan

deskripsi varietas; dan

b. bebas dari patogen berdasarkan hasil uji

laboratorium.

Pasal 8

(1) Hasil Perbanyakan Vegetatif yang dilakukan dengan

cara kultur in vitro sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (3) diklasifikasikan sebagai BR.

(2) Hasil kultur in vitro sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) untuk komoditas:

a. pisang, harus menggunakan explan yang berasal

dari rumpun induk yang tersertifikasi dan tidak

melebihi sub kultur kelima; dan

b. nanas, harus menggunakan explan yang berasal

dari rumpun induk yang tersertifikasi dan tidak

melebihi sub kultur keempat.

 

Pasal 9

(1) Dalam hal Benih Sumber tidak tersedia, hasil

Perbanyakan Vegetatif berupa tanaman perdu dan

terna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)

yang diklasifikasikan BR dapat digunakan sebagai

Benih Sumber.

(2) Dalam hal Benih Sumber tidak tersedia, hasil

Perbanyakan Vegetatif dengan kultur in vitro

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat

digunakan sebagai Benih Sumber dengan syarat:

a. sifat varietas tidak berbeda dengan deskripsi; dan

b. sifat kemurnian genetik dan kesehatan Benih

terkendali.

(3) Benih Sumber tidak tersedia sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) disebabkan karena:

a. bencana alam;

b. serangan organisme pengganggu tumbuhan;

c. eksplorasi berlebihan; atau

d. hilang karena pencurian.

(4) Benih Sumber tidak tersedia sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan oleh instansi

pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang

pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura di

provinsi daerah domisilinya.

Pasal 10

(1) Benih dari tanaman yang bersari bebas atau

diperbanyak dengan umbi atau rimpang dapat

digunakan sebagai Benih Bermutu dengan cara

pemurnian varietas.

(2) Pemurnian varietas sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan untuk:

a. mempertahankan kemurnian varietas Benih

sesuai dengan kelasnya;

b. menghindari terjadinya akumulasi penyakit tular

Benih; dan

c. menjaga ketersediaan Benih Bermutu.

- 10 -

(3) Pemurnian varietas sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tidak diberlakukan untuk komoditas kentang.

(4) Teknis pelaksanaan pemurnian varietas sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Menteri ini.

Bagian Ketiga

Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah

Pasal 11

(1) Produksi Benih Bermutu dapat dilakukan oleh

Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah.

(2) Produsen Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi;

a. perseorangan; dan

b. badan usaha.

Pasal 12

(1) Produsen Benih Perseorangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a harus memiliki

sertifikat kompetensi.

(2) Produsen Benih yang berbadan usaha sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dan Instansi

Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

ayat (1) harus memiliki sertifikat sistem manajemen

mutu.

(3) Produsen Benih dan Instansi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) sebelum memperoleh sertifikat sistem

manajemen mutu, harus memiliki:

a. sertifikat kompetensi; dan

b. sertifikasi Benih Hortikultura.

 

(4) Sertifikasi Benih Hortikultura sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) huruf b dibuktikan dengan sertifikat

Benih.

Paragraf 1

Sertifikat Kompetensi

Pasal 13

Untuk mendapatkan sertifikat kompetensi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Produsen Benih

dan/atau Instansi Pemerintah mengajukan permohonan

kepada instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi

di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura di

Provinsi domisilinya.

Pasal 14

(1) Permohonan sertifikat kompetensi Produsen Benih

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dilengkapi

dengan persyaratan administrasi dan persyaratan

teknis.

(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) untuk:

a. perseorangan, berupa profil usaha;

b. badan usaha, berupa profil usaha, dan akta

pendirian dan/atau akta perubahannya; dan

c. Instansi Pemerintah, berupa profil usaha dan

surat penugasan pimpinan.

(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) meliputi:

a. memiliki sumber daya manusia yang kompeten

dan jumlahnya sesuai dengan skala usaha

perbenihan yang dilaksanakan;

 

 

 

 

b. memiliki akses terhadap penggunaan Benih

Sumber;

c. menguasai fasilitas produksi dan penyimpanan

Benih;

d. memiliki rencana produksi Benih yang dibuat

setiap musim tanam dan/atau per tahun;

e. memiliki dokumentasi data produksi dan

penyaluran Benih hasil produksi; dan

f. memiliki prosedur operasional baku Produksi

Benih Bermutu sesuai dengan komoditas yang

direncanakan.

(4) Prosedur operasional baku Produksi Benih Bermutu

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f disusun

sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pembenihan.

Pasal 15

(1) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 14 ayat (2) setelah menerima permohonan,

melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan

persyaratan teknis.

(2) Apabila hasil verifikasi persyaratan administrasi dan

persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dinyatakan lulus, dilakukan validasi lapangan.

(3) Apabila hasil validasi lapangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2):

a. sesuai persyaratan administrasi dan persyaratan

teknis, diterbitkan sertifikat kompetensi Produsen

Benih; atau

b. tidak sesuai persyaratan administrasi dan

persyaratan teknis, diterbitkan surat penolakan

permohonan.

(4) Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah yang

telah memperoleh sertifikat kompetensi Produsen

Benih dapat melakukan peredaran Benih.

Pasal 16

Teknis pelaksanaan sertifikasi kompetensi Produsen Benih

tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Paragraf 2

Sertifikat Sistem Manejemen Mutu

Pasal 17

(1) Untuk mendapatkan sertifikat sistem manajemen

mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2),

Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah

mengajukan permohonan kepada Lembaga Sertifikasi

Sistem Mutu (LSSM) yang telah terakreditasi oleh

Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan ruang

lingkup di bidang perbenihan hortikultura.

(2) Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah

menerapkan sistem manajemen mutu yang mengacu

pada ISO 9001.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilengkapi dengan persyaratan administrasi dan

persyaratan teknis.

(4) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) meliputi:

a. izin usaha Produksi Benih atau tanda daftar

Produsen Benih;

b. sertifikat kompetensi Produsen Benih;

c. sertifikat Benih Hortikultura;

 

d. dokumen mutu;

e. surat pernyataan ruang lingkup sertifikasi sistem

manajemen mutu yang dimohon;

f. surat pernyataan memenuhi persyaratan sistem

manajemen mutu; dan

g. surat pernyataan kesediaan memberikan

informasi yang diperlukan untuk evaluasi.

(5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) meliputi:

a. memiliki sumber daya manusia yang kompeten

dan jumlahnya sesuai dengan skala usaha

perbenihan yang dilaksanakan;

b. memiliki akses terhadap penggunaan Benih

Sumber;

c. menguasai fasilitas produksi dan penyimpanan

Benih;

d. memiliki rencana Produksi Benih yang dibuat

setiap musim tanam dan/atau per tahun;

e. memiliki dokumentasi data produksi dan

penyaluran Benih hasil produksi; dan

f. memiliki prosedur operasional baku Produksi

Benih bermutu sesuai dengan komoditas yang

direncanakan.

Pasal 18

(1) Berdasarkan permohonan yang diajukan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), LSSM melakukan

audit.

(2) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

melalui 2 (dua) tahap terdiri atas:

a. audit tahap I, untuk mengkaji informasi dokumen

dan manajemen mutu pemohon; dan

- 15 -

b. audit tahap II, untuk mengevaluasi penerapan

sistem manajemen mutu pemohon, pemenuhan

terhadap persyaratan standar, dan efektivitas

pelaksanaan sistem manajemen mutu dilokasi

pemohon.

(3) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:

a. paling lama 3 (tiga) hari kerja, untuk audit tahap

I; dan

b. paling lama 5 (lima) hari kerja, untuk audit tahap

II.

(4) Audit tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf b dilakukan apabila dokumen mutu Produsen

Benih dan/atau Instansi Pemerintah dinyatakan telah

lengkap.

Pasal 19

(1) Setelah dilakukan audit sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 ayat (2) diterbitkan laporan hasil audit.

(2) Laporan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) disampaikan kepada komite sertifikasi LSSM.

(3) Komite sertifikasi LSSM sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) melakukan penilaian terhadap laporan hasil

audit dan mengambil keputusan sertifikasi sistem

manajemen mutu.

(4) Jika penilaian laporan hasil audit sebagaimana

dimaksud pada ayat (3):

a. memenuhi persyaratan, diterbitkan sertifikat

sistem manajemen mutu;

b. belum memenuhi persyaratan, LSSM menunda

penerbitan sertifikat sistem manjemen mutu

sampai pemohon menyelesaikan perbaikan; atau

c. tidak memenuhi persyaratan, LSSM menerbitkan

surat penolakan permohonan penerbitan

sertifikat sistem manajemen.

- 16 -

(5) Sertifikat sistem manajemen mutu berlaku 3 (tiga)

tahun sejak diterbitkan.

Pasal 20

(1) Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah yang

memiliki sertifikat sistem manajemen mutu berhak

melaksanakan sertifikasi Benih secara mandiri.

(2) Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban

melaksanakan:

a. kegiatan produksi Benih sesuai dengan

persyaratan dan tata cara produksi dan sertifikasi

Benih Hortikultura;

b. menaati ketentuan yang dikeluarkan oleh LSSM;

dan

c. melaporkan kegiatan sertifikasi Benih secara

berkala paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali dan

menyampaikan tembusan kepada Direktur

Jenderal.

Pasal 21

(1) Selama masa berlaku sertifikat sistem manajemen

mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5),

LSSM melakukan audit survailen.

(2) Audit survailen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan untuk menilai efektivitas pelaksanaan

sistem manajemen mutu yang telah diterapkan.

Pasal 22

(1) Sertifikat sistem manajemen mutu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) dapat diperpanjang.

(2) Perpanjangan sertifikat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diajukan paling lambat 4 (empat) bulan

sebelum masa berlaku sertifikat berakhir

 

(3) Berdasarkan permohonan pengajuan perpanjangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), LSSM

melakukan audit sertifikasi ulang paling lama 3 (tiga)

hari kerja.

(4) Audit sertifikasi ulang sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) dilaksankan sesuai audit sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b.

Pasal 23

(1) LSSM dalam melakukan kegiatan sertifikasi sistem

manajemen mutu, wajib menyampaikan laporan

kegiatan kepada KAN.

(2) Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditembuskan kepada Direktur Jenderal dan instansi

yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan

dan sertifikasi Benih.

(3) Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)

tahun.

(4) Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

paling sedikit berisi:

a. nama dan alamat lembaga yang memberikan

akreditasi;

b. status dan nomor akreditasi;

c. ruang lingkup akreditasi;

d. perubahan yang terkait dengan akreditasi

lembaga; dan

e. pelaksanaan sertifikasi sistem manajemen mutu

yang diberikan dan terkait dengan Benih

Hortikultura.

 

- 18 -

(5) Pelaksanaan sertifikasi sistem manajemen mutu

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e meliputi:

a. nama dan alamat perseorangan, badan usaha,

badan hukum atau Instansi pemerintah yang

telah disertifikasi;

b. ruang lingkup Benih dan varietas yang

diproduksi;

c. lokasi Produksi Benih; dan

d. nomor dan masa berlaku sertifikat sistem

manajemen mutu yang diberikan.

Pasal 24

(1) Direktur Jenderal menyampaikan teguran secara

tertulis apabila LSSM tidak menyampaikan laporan

kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat

(1).

(2) Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja

setelah disampaikan teguran secara tertulis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) LSSM tidak

menyampaikan laporan, Direktur Jenderal

menyampaikan rekomendasi kepada KAN untuk

dicabut akreditasinya.

Pasal 25

(1) Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) wajib

menyampaikan laporan produksi kepada LSSM.

(2) Laporan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tembuskan kepada Direktur Jenderal dan instansi

pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang

pengawasan dan sertifikasi Benih di daerah

domisilinya.

- 19 -

(3) Laporan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) disampaikan paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali.

(4) Laporan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) paling kurang berisi jenis, varietas, volume

produksi dan stok Benih.

Pasal 26

(1) Direktur Jenderal menyampaikan teguran secara

tertulis apabila Produsen Benih dan/atau Instansi

Pemerintah tidak menyampaikan laporan produksi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).

(2) Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja

setelah disampaikan teguran secara tertulis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Produsen Benih

dan/atau Instansi Pemerintah tidak menyampaikan

laporan produksi, Direktur Jenderal menyampaikan

rekomendasi kepada LSSM untuk dicabut

sertifikatnya.

Pasal 27

Teknis pelaksanaan sertifikasi sistem manajemen mutu

tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB III

SERTIFIKASI BENIH

Pasal 28

(1) Benih Bermutu Hortikultura yang diedarkan wajib

memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis

minimal.

 

 

(2) Standar mutu atau persyaratan teknis minimal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

spesifikasi teknis Benih yang mencakup mutu genetik,

fisik, fisiologis, dan/atau status kesehatan Benih.

(3) Persyaratan teknis minimal sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 29

(1) Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah dalam

memproduksi Benih Bermutu harus melalui sertifikasi

Benih Hortikultura.

(2) Sertifikasi Benih Hortikultura sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. pengawasan pertanaman dan pascapanen;

b. sistem manajemen mutu;

c. pengujian produk Benih Hortikultura; atau

d. penilaian proses produksi.

Pasal 30

(1) Sertifikasi Benih Hortikultura melalui pengawasan

pertanaman dan pasca panen sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh

instansi pemerintah yang menyelenggarakan tugas

dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi Benih

Hortikultura.

(2) Sertifikasi Benih Hortikultura sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diperuntukan bagi Produsen Benih

perseorangan.

Pasal 31

(1) Sertifikasi Benih melalui sistem manajemen mutu

sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (2) huruf b

dilaksanakan oleh Produsen Benih dan/atau Instansi

Pemerintah yang sudah memiliki sertifikat sistem

manajemen mutu.

 

(2) Pelaksanaan sertifikasi Benih oleh Produsen Benih

dan/atau Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan dengan pemeriksaan

lapangan sesuai tahapan pemeriksaan pendahuluan,

pemeriksaan pertanaman, panen, dan uji mutu.

Pasal 32

(1) Sertifikasi Benih melalui pengujian produk Benih

sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (2) huruf c

dilakukan terhadap Benih yang sudah memiliki

Standar Nasional Indonesia (SNI).

(2) Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro)

di bidang perbenihan Hortikultura yang terakreditasi

oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Pasal 33

(1) Sertifikasi benih melalui penilaian proses produksi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf

d dilakukan terhadap Benih melalui perbanyakan in

vitro, perbanyakan Benih florikultura, dan

perbanyakan Benih jamur.

(2) Sertifikasi Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan secara mandiri oleh:

a. Produsen Benih perseorangan, yang telah

memiliki sertifikat penilaian proses produksi; atau

b. Produsen Benih badan usaha dan/atau Instansi

Pemerintah, yang telah memiliki sertifikat sistem

manajemen mutu.

 

a. memiliki sumber daya manusia yang kompeten

dan jumlahnya sesuai dengan skala usaha

perbenihan yang dilaksanakan;

b. memiliki Benih Sumber;

c. menguasai fasilitas produksi dan penyimpanan

Benih;

d. memiliki rencana produksi Benih yang dibuat

setiap musim tanam dan/atau per tahun;

e. memiliki dokumentasi data produksi dan

penyaluran Benih hasil produksi; dan

f. memiliki prosedur operasional baku Produksi

Benih Bermutu sesuai dengan komoditas yang

direncanakan.

(5) Prosedur operasional baku Produksi Benih Bermutu

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f disusun

sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pembenihan.

Pasal 36

(1) Instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di

bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 setelah

menerima permohonan, melakukan verifikasi

persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.

(2) Apabila hasil verifikasi persyaratan administrasi dan

persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dinyatakan lulus, dilakukan validasi lapangan.

(3) Apabila hasil validasi lapangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2):

a. sesuai persyaratan administrasi dan persyaratan

teknis, diterbitkan sertifikat penilaian proses

produksi; atau

b. tidak sesuai persyaratan administrasi dan

persyaratan teknis, diterbitkan surat penolakan

permohonan.

(4) Produsen Benih dan/atau Instansi Pemerintah yang

telah memperoleh sertifikat penilaian proses produksi

dapat melakukan peredaran Benih.

Pasal 37

(1) Sertifikasi Benih dilakukan atas permohonan yang

diajukan oleh Produsen Benih dan/atau Instansi

Pemerintah.

(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditujukan kepada instansi pemerintah yang

memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan

sertifikasi Benih Hortikultura di provinsi daerah

domisilinya.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilengkapi dengan:

a. fotokopi sertifikat kompetensi Produsen;

b. peta/denah lokasi perbanyakan;

c. daftar mitra kerja untuk areal kerja sama;

d. bukti penguasaan lahan; dan

e. surat pernyataan pengambilan materi

perbanyakan dari pemohon sertifikasi dan/atau

pemilik pohon induk.

(4) Materi perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) huruf e berupa mata entres, entres, bahan setek,

bahan okulasi, bahan penyambungan, bahan susuan,

bahan pencangkokan, bahan pemisahan anak, bahan

pembelahan bonggol, bahan mahkota buah.

 

Pasal 38

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum

pengambilan materi perbanyakan.

(2) Instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di

bidang pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2)

setelah menerima permohonan sertifikasi Benih,

melakukan verifikasi dokumen paling lama 3 (tiga) hari

kerja.

(3) Setelah lulus verifikasi dokumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilakukan pemeriksaan

lapangan.

(4) Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) dilaksanakan melalui tahapan:

a. pemeriksaan pendahuluan;

b. pemeriksaan pertanaman;

c. panen; dan

d. uji mutu.

(5) Uji mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d

dilakukan dengan cara:

a. pengujian di laboratorium untuk Benih biji; dan

b. pengujian di gudang untuk Benih umbi dan

rimpang.

(6) Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) dilakukan oleh PBT atau Penjamin Mutu

paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pemeriksaan

dokumen.

Pasal 39

Apabila hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4):

a. sesuai dengan standar mutu atau persyaratan teknis

minimal dari kelas Benih yang dimohonkan,

dinyatakan lulus dan diterbitkan sertifikat Benih;

 

b. tidak sesuai kelas Benih yang dimohonkan tetapi

memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis

minimal kelas di bawahnya, dapat diterbitkan

sertifikat Benih sesuai dengan kelas Benih yang

dicapai; atau

c. tidak memenuhi standar mutu atau persyaratan

teknis minimal, diterbitkan surat penolakan

permohonan.

Pasal 40

(1) Benih hibrida yang telah dilakukan pemeriksaan

lapangan dan sesuai dengan standar mutu atau

persyaratan teknis minimal dilakukan uji hibriditas.

(2) Uji hibriditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan cara growing on test dan/atau

pengujian DNA.

(3) Apabila hasil uji hibriditas sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dinyatakan lulus diterbitkan sertifikat.

Pasal 41

Teknis pelaksanaan sertifikasi Benih Hortikultura dan uji

hibriditas tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.

BAB IV

PEREDARAN DAN PENGAWASAN BENIH

Pasal 42

(1) Benih bermutu diedarkan oleh Produsen Benih dan

pengedar Benih.

(2) Pengedar Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memiliki sertifikat kompetensi pengedar Benih

dan tanda daftar pengedar Benih

 

(3) Sertifikat kompetensi pengedar Benih sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh instansi

pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang

pengawasan dan sertifikasi Benih Hortikultura.

Pasal 43

(1) Permohonan sertifikat kompetensi pengedar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)

dilengkapi dengan persyaratan administrasi dan

persyaratan teknis.

(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) untuk:

a. perseorangan berupa profil usaha; dan

b. badan usaha berupa profil usaha, dan akta

pendirian dan/atau akta perubahannya.

(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) meliputi:

a. memiliki sumber daya manusia yang kompeten

dan jumlahnya sesuai dengan skala usaha

perbenihan yang dilaksanakan;

b. memiliki komoditas Benih yang diedarkan;

c. menguasai fasilitas usaha; dan

d. memiliki dokumen pembukuan tentang jenis,

varietas, dan volume Benih yang diterima dari

pemasok dan yang telah diedarkan.

Pasal 44

Teknis pelaksanaan sertifikasi kompetensi pengedar Benih

tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 45

(1) Untuk mendapatkan Tanda daftar pengedar Benih

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)

pengedar Benih mengajukan permohonan kepada

bupati/wali kota.

(2) Permohonan tanda daftar pengedar Benih

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di

wilayah kabupaten/kota domisilinya.

Pasal 46

(1) Permohonan tanda daftar sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 45 dilengkapi dengan sertifikat

kompetensi pengedar Benih.

(2) Setelah menerima permohonan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 15 (lima

belas) hari kerja bupati/wali kota harus sudah

memberikan jawaban diterima atau ditolak.

(3) Permohonan yang diterima sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diterbitkan tanda daftar pengedar Benih.

(4) Permohonan yang ditolak sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diberitahukan kepada pemohon disertai

dengan alasan penolakan secara tertulis.

(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) tidak memberikan jawaban, permohonan

dianggap diterima.

(6) Permohonan dianggap diterima sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) dibuktikan dengan tanda

terima surat pengajuan permohonan dari Kepala

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan

pelaksanaan peredaran benih dilakukan berdasarkan

sertifikat kompetensi pengedar Benih.

Pasal 47

Tanda daftar yang diterbitkan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 46 ayat (3) atau tanda terima surat pengajuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (6)

ditembuskan kepada instansi pemerintah yang memiliki

tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi

Benih Hortikultura di provinsi daerah domisilinya.

Pasal 48

Pengedar Benih berkewajiban:

a. mendokumentasikan data Benih yang diedarkan;

b. bertanggung jawab atas mutu Benih yang diedarkan;

c. melaporkan jenis dan jumlah Benih yang diedarkan

kepada instansi pemberi tanda daftar;

d. memberikan kesempatan kepada PBT untuk

mendapatkan keterangan yang diperlukan;

e. melaporkan perubahan pemegang tanda daftar

dan/atau lokasi tempat usaha kepada instansi

pemberi tanda daftar; dan

f. mematuhi ketentuan peraturan perundan-undangan

di bidang perbenihan.

Pasal 49

(1) Pengedar Benih Hortikultura yang tidak melaksanakan

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48

dikenakan teguran tertulis.

(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diberikan maksimal 2 (dua) kali dengan jangka waktu

teguran masing-masing 7 (tujuh) hari berturut-turut

oleh penerbit tanda daftar.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) pengedar Benih tetap tidak

melaksanakan kewajiban, dilakukan pencabutan

tanda daftar atau sertifikat kompetensi pengedar

Benih.

 

Pasal 50

(1) Pengawasan peredaran Benih dilakukan oleh PBT.

(2) PBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berkedudukan di instansi pemerintah yang memiliki

tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi

Benih Hortikultura.

Pasal 51

(1) Pengawasan peredaran Benih sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 50 ayat (1) dilaksanakan terhadap

peredaran Benih hasil produksi dalam negeri dan

pemasukan Benih dari luar negeri.

(2) Pelaksanaan pengawasan peredaran Benih

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara

berkala dan sewaktu-waktu.

(3) Pengawasan secara berkala sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dilakukan 3 (tiga) bulan sekali.

(4) Pengawasan secara sewaktu-waktu sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilakukan apabila terdapat

laporan atau indikasi pelanggaran peredaran Benih.

Pasal 52

(1) Pengawasan peredaran Benih sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan melalui tahapan:

a. pengecekan dokumen;

b. pengecekan mutu Benih; dan/atau

c. pelabelan ulang.

(2) Pengecekan dokumen sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a dilakukan terhadap sertifikat

kompetensi, tanda daftar produsen atau pengedar

Benih, serta dokumen pendukung lainnya.

(3) Pengecekan mutu Benih sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b dilakukan dengan pengujian mutu

Benih di laboratorium atau di gudang

 

(4) Pelabelan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c dilakukan setelah lulus pengujian mutu Benih

di laboratorium atau pemeriksaan mutu Benih di

gudang.

(5) Pelabelan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c menjadi tanggung jawab produsen dan/atau

pengedar Benih.

Pasal 53

(1) Pelabelan ulang untuk Benih yang beredar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) dapat

dilakukan oleh instansi pemerintah yang memiliki

tugas dan fungsi di bidang pengawasan dan sertifikasi

Benih di wilayah Benih diedarkan atas permohonan

produsen yang bersangkutan.

(2) Permohonan pelabelan ulang sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diajukan paling lambat 21 (dua puluh

satu) hari kalender sebelum masa berlakunya

berakhir.

(3) Pengujian mutu Benih di laboratorium atau

pemeriksaan mutu Benih di gudang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) paling lambat

dilaksanakan 14 (empat belas) hari kalender sebelum

masa berlakunya berakhir.

Pasal 54

(1) Pengujian mutu Benih di laboratorium atau

pemeriksaan mutu Benih di gudang untuk pelabelan

ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3)

terhadap Benih yang berasal dari pemasukan dari luar

negeri dilakukan sebelum Benih diedarkan

 

(2) Pengujian mutu Benih di laboratorium atau

pemeriksaan mutu Benih di gudang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh

laboratorium yang telah terakreditasi di bidang uji

mutu Benih sesuai dengan komoditasnya.

(3) Pelabelan ulang terhadap Benih yang berasal dari

pemasukan dari luar negeri sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) harus memenuhi standar mutu atau

persyaratan teknis minimal.

Pasal 55

(1) PBT menghentikan peredaran Benih apabila dalam

melakukan pengawasan menemukan kecurigaan

terhadap dokumen dan/atau Benih.

(2) Penghentian peredaran Benih sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 7

(tujuh) hari kerja untuk memberikan kesempatan

kepada pengedar membuktikan kebenaran dokumen

atas Benih yang diedarkan.

(3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari

kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pengedar

tidak dapat membuktikan kebenaran dokumen atas

Benih yang diedarkan, PBT menghentikan peredaran

kelompok Benih yang diedarkan.

(4) Kelompok Benih yang peredarannya dihentikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib ditarik

dari peredaran oleh produsen dan/atau pengedar

Benih.

(5) Dalam hal produsen dan/atau pengedar Benih tidak

menarik kelompok Benih dari peredaran sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

pembenihan.

(6) Dalam hal pengawasan dokumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) tidak ditemukan adanya

pelanggaran prosedur, kelompok Benih dapat

diedarkan kembali.

Pasal 56

(1) Apabila hasil pengawasan Benih ditemukan adanya

kecurigaan atas Benih yang beredar sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), dilakukan

pengecekan mutu oleh PBT.

(2) Pengecekan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 25 (dua

puluh lima) hari kerja.

Pasal 57

(1) Benih yang sedang dalam pengecekan mutu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2),

peredaran Benih dihentikan sementara.

(2) Apabila hasil pengecekan mutu sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terbukti tidak memenuhi

standar mutu atau persyaratan teknis minimal, Benih

harus ditarik dari peredaran.

(3) Penarikan peredaran Benih sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) menjadi tanggung jawab produsen

dan/atau pengedar Benih.

(4) Dalam hal produsen dan/atau pengedar Benih tidak

menarik kelompok Benih dari peredaran sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

pembenihan

 

(5) Apabila hasil pengecekan mutu sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) memenuhi standar mutu atau

persyaratan teknis minimal, kelompok Benih dapat

diedarkan kembali.

Pasal 58

Teknis pelaksanaan peredaran dan pengawasan peredaran

Benih serta pelabelan ulang tercantum dalam Lampiran VI

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan

Menteri ini.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

Sertifikasi yang sedang dalam proses sebelum Peraturan

Menteri ini mulai berlaku, tetap diproses sesuai dengan

ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor

48/PERMENTAN/SR.120/8/2012 tentang Produksi,

Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

34/PERMENTAN/SR.060/ 9/2017 tentang Perubahan

kedua atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor

48/PERMENTAN/SR.120/8/ 2012 tentang Produksi,

Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura.

 

Pasal 60

Dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah Peraturan

Menteri ini mulai berlaku, Produsen Benih yang berbadan

usaha dan/atau Instansi Pemerintah wajib memiliki

sertifikat sistem manajemen mutu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 12 ayat (2).

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 61

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan

Menteri Pertanian Nomor 48/PERMENTAN/

SR.120/8/2012 tentang Produksi, Sertifikasi dan

Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 818) sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan

Menteri Pertanian Nomor 34/PERMENTAN/SR.060/9/2017

tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Pertanian

Nomor 48/PERMENTAN/SR.120/8/2012 tentang Produksi,

Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih Hortikultura

(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor

1315), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 62

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Menteri ini dengan

penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Mei 2021

MENTERI PERTANIAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SYAHRUL YASIN LIMPO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 17 Juni 2021

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHU

 

 sumber : Kementrian Pertanian

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peraturan Mentri pertanian Republik Indonesia Nomor 23 Tentang Pembenihan Hortikultura"

Post a Comment